Kisah Ksatria Krishna Sang Awatara Wisnu

Pada suatu masa, saat Kangsa menjadi Raja di Kerajaan Matura. Tersebutlah ia adalah seorang raja yang memimpin dengan angkuh, sombong, dan serakah. Ia memiliki seorang sahabat yang bernama Basudewa dan seorang adik yang bernama Devaki.

Kangsa dan Basudewa telah lama bersahabat, baik dalam suka maupun duka. Kangsa pun sangat mencintai dan menyayangi adiknya. Dan untuk memilihkan pasangan yang tepat bagi adiknya, maka Kangsa meminta Basudewa untuk mendampingi adik kesayanganya.

Walaupun Basudewa sudah memiliki seorang istri yang bernama Dewi Rohini, namun titah raja tak mungkin dapat ditolak. Oleh sebab itu, diiklaskanlah Basudewa untuk memadukan dirinya.

Pernikahan Basudewa dan Dewaki.


Perayaan yang sangat meriah juga megah, seluruh undangan dan warga kerajaan bersuka ria menari dan bernyanyi. Namun, kesukaan tersebut tiba-tiba pecah dan rusak oleh perkataan dari seorang pendeta yang bernama Rsi Senjasi. Beliau menyebutkan bahwa anak ke-8 dari Devaki akan membunuh dan membinasakan Kangsa. Kebenaran akan peranyataan Rsi tersebut dibuktikan dengan suara petir yang menggelegar, dan cepatnya pergerakan awan di langit. Seketika itu juga berubahlah raut wajah Kangsa menjadi marah dan ketakutan. Dan segera ia menitahkan para pengawalnya untuk memenjarakan Rsi Senjasi di tempat orang kusta. Kangsa juga menitahkan pengawalnya untuk memenjarakan sahabat setianya Basudewa dan adik tercintanya Devaki di penjara bawah tanah.Tangisan Devaki dan nasehat Basudewa tak dihiraukan lagi oleh Kangsa. Basudewa dan Devaki tetap akan dipenjarakan sampai lahirnya anak ke-8 yang akan dibunuh Kangsa.

Ya, Kangsa telah tenggelam dalam ketakutannya akan putra Devaki yang diutus Dewa untuk membunuhnya. Sebab ia telah menitahkan prajuritnya untuk melapor setip kali Devaki melahirkan. Walaupun ia berusaha sembunyi dibalik kesombongannya, namun hal itu sia-sia saja, sebab ajalnya tinggal beberapa langkah lagi. Sebenarnya, ia memiliki dugaan yang salah pada sahabat dan adiknya. Kangsa sangat merasa kecewa karena menduga sahabat setia dan adik tercintanya telah bersekongkol dengan Dewa untuk membunuhnya. Hal itu sangat disayangkan, sebab jika ia sadar dan mengerti alasan Dewa mengirimkan seseorang untuk membunuhnya, dan berusaha untuk berbenah diri, mungkin pahala yang akan ia terima sedikit lebih ringan. Tapi hal itu tidak terjadi, Kangsa tetap pada kesombongan dan keserakahannya dan tak berubah.

Kangsa Membunuh Anak-Anak Dewaki


Di saat yang sama, Devaki sedang mengandung anaknya yang pertama. Ia meratap dan menangis. Ia selalu mempertanyakan nasibnya kepada Basudewa, walau tak ada jawaban yang pasti. Basudewa berusaha untuk menguatkan bathin istrinya. Hal itu terus terjadi hingga tibalah hari kelahiran putra pertama Devaki. Kangsa pun datang dengan pedang terhunus, setelah mendapat laporan dari prajuritnya. Ia meminta putra tersebut pada Devaki, dan tentunya Devaki menolak. Basudewa pun telah memohon agar putranya tidak diambil, namun ia didorong sampai terjatuh, dan tak dapat berbuat banyak. Hingga akhirnya, Kangsa mengambil putra tersebut dengan paksa dan dilemparkannya ke tembok, sampai bayi tersebut tak dapat bernafas lama di Bumi.

Devaki berteriak dan menangis histeris, menyaksikan putra pertamanya dibunuh oleh kakaknya sendiri. Basudewa pun meratap dan memandangi darah yang mengalir dari tembok menuju mayat putranya yang telah kaku. Kangsa tertawa, karena merasa telah menggagalkan langkah Dewata yang pertama. Namun sesungguhnya, ia telah mentertawakan dirinya sendiri yang tinggal tujuh langkah lagi akan bertemu dengan ajalnya. Hingga pada suatu hari Dewi Rohini datang menghadap kepada Kangsa untuk meminta izin menjenguk Devaki. Kangsa memberi izin kepada Dewi Rohini, dan meminta tolong padanya untuk menghibur adiknya yang sebenarnya masih sangat dikasihinya. Setibanya ia di penjara bawah tanah dan bertemu dengan Basudewa dan Devaki, ia merasa sangat sedih. Mendengar cerita Basudewa yang sudah kehabisan akal untuk menabahkan istrinya, hingga ia dimohon untuk menghibur Devaki yang saat itu tengah mengandung putra ke-duanya. Saat Dewi Rohini mendekati Devaki semakin menjadi-jadilah tangis Ibu yang malang itu. Ia semakin teringat akan nasib buruk yang menimpanya. Hingga bertutur katalah Dewi Rohini untuk mengiburnya, sampai menetes pula air mata Dewi Rohini. Setelah Devaki agak tenang, pergi lah sudah Dewi Rohini.

Hari kelahiran putra ke-dua Devaki telah tiba, Kangsa pun datang dengan pedangnya. Tragedi itu kembali terjadi. Beturut-turut sampai pada anak ke-6 Devaki. Sampai-sampai kering terasa air mata Devaki dan Basudewa, mengiringi keenam putranya yang meninggalkan dunia sesaat setelah mereka lahir. Saat Devaki mengandung putra ke-7nya Dewi Rohini datang untuk menjenguk kembali. Karena saking sedihnya Dewi Rohini mendengar cerita Devaki, ia ingin mengambil dan merawat janin yang sedang dikandung oleh Devaki. Tentunya Devaki mengizinkan janinnya diambil oleh orang yang tepat seperti Dewi Rohini.

Kelahiran Krshna


Mendengar tak adanya tanda-tanda kelahiran putra ke-7 dari Devaki, Kangsa pun bingung. Tapi itu tak terlalu dipermasalahkan olehnya karena yang ia perlukan adalah membunuh putra ke-8 Devaki. Tak beberapa bulan kemudian Devaki telah mengandung putranya yang ke-8. Ia hanya berharap agar ramalan Rsi Senjasi itu benar-benar terjadi, agar pengorbanannya selama ini tidak sia-sia. Basudewa pun berharap demikian. Devaki mengisi masa kehamilannya dengan terus menangis dan meratap. Basudewa juga kebingungan harus bagaimana lagi menguatkan bathin istrinya dan dirinya yang sedang diberikan tanggung jawab yang sangat berat oleh Dewata. Tibalah detik-detik kelahiran putra Devaki yang ke-8. Petir menyambar-nyambar, halilintar yang menggelegar semakin mengheningkan suasana. Tiba-tiba pada mlam yang gelap itu, terdapat sebuah cahaya yang terang yang memasuki penjara bawah tanah tempat akan lahirnya putra ke-8 Devaki. Sesaat kemudian lahirlah Shri Kresna ke dunia ini. Terdengarlah dari langit, Dewata bersabda, ’’Wahai Basudewa, putramu ini adalah utusan dari Dewa untuk membinasakan Kangsa karena kesombongan dan keserakahannya. Bawalah putra ini pada sahabatmu Raja Nanda di Gokula, ia akan merawat anakmu dengan baik!”. Seusainya Dewata bersabda, tiba-tiba lepaslah rantai yang mengikat tubuh Devaki dan Basudewa. Bergegaslah Basudewa untuk membawa putranya ke Gokula dan akan diserahkan pada Raja Nanda. Begitu Basudewa mendekati pintu penjara, tiba-tiba dengan ajaibnya pintu itu terbuka sendiri dan para pengawal pingsan seketika. Segeralah  Basudewa berangkat menuju Gokula, dengan membawa putranya yang lahir pada hari Rabu tengah malam dengan bintang Sing. Basudewa terus berjalan menembus gelapnya malam, yang disertai dengan hujan badai yang menggoyang-goyangkan tumbuhan seakan memberi salam pada putranya.


Dengan menyeberangi Sungai Yamuna, yang cukup dalam ia sampai  di Negeri Gokula, dan bergegas menuju rumah Raja Nanda. Sesampainya disana ia disambut dengan sangat baik oleh Raja Nanda. Raja Nanda kemudian mengambil Shri Kresna dari Basudewa, dan menukarnya dengan putrinya yang juga baru saja dilahirkan oleh istrinya Yasoda akan tetapi tidak dirasakan oleh Yasoda. Basudewa sempat menolak karena ia tak rela mengorbankan putri sahabatnya demi putranya. Namun karena Raja Nanda mendesaknya, maka dibawalah putri yang tak berdosa itu. Hingga sampailah ia di penjara bawah tanah dan menceritakan persoalan putri tersebut pada istrinya. Istrinya merasa kasihan dan mengecup putri tersebut. Setelah Basudewa kembali masuk, keadaan kembali seperti semula, rantai yang mengikat dan pintu yang terkunci, serta pengawal yang beranjak sadar. Salah satu dari pengawal tersebut segera bergegas dan melapor pada Kangsa mengenai Devaki melahirkan seorang putri. Mendengar kabar tersebut, Kangsa tertawa saking senangnya, karena mengganggap Dewata merasa takut dantidak jadi mengirimkan putra sebagai utusan untuk membunuhnya. Akan tetapi, ia tetap berkeinginan untuk membunuh putri tersebut dan segera mendatangi adik dan sahabatnya di penjara bawah tanah. Bayi putri tersebut ditarik dari tangan Devaki. Namun ketika akan dilemparkan ke tembok bayi putri tersebut melayang dan berubah menjadi Dewi Durgha Yogmaya. Dan bersabda, ”Aku bukanlah tantanganmu. Kau tak akan mati jika Aku hidup. Namun, yang akan mencabut nyawamu telah lahir, bersiaplah!”, mendengar sabda tersebut semakin terlihatlah ketakutan yang terpancar dari wajah Kangsa. Kemudian Dewi Yogmaya menghilang dan kelak, Beliiau akan lahir mnjadi Dewi Subadra putra Basudewa dan Rohini dan mnjadi adik Shri krishna

Sementara Yasoda dan Raja Nanda merawat putra ke-8 dari Devaki dan Basudewa hingga beranjak dewasa dan menjalankan titah untuk memusnahkan Kangsa

MASA KECIL DAN REMAJA

 


Kresna dibesarkan oleh Nanda dan Yasoda, anggota komunitas penggembala sapi yang ada di Vrindavana. Kisah masa kanak-kanak dan remaja Kresna menceritakan bagaimana ia menjadi seorang penggembala sapi, tingkah nakalnya sebagai makhan chor (pencuri mentega), kegagalan Kangsa dalam membunuhnya, dan perannya sebagai pelindung rakyat Vrindavana. Pada masa kecilnya, Kresna telah melakukan berbagai hal yang menakjubkan. Ia membunuh berbagai raksasa—di antaranya Putana (raksasa wanita), Kesi (raksasa kuda), Agasura (raksasa ular) yang diutus oleh Kangsa untuk membunuh Kresna. Ia juga menjinakkan naga Kaliya, yang telah meracuni air sungai Yamuna dan menewaskan banyak penggembala. Dalam kesenian Hindu, seringkali Kresna digambarkan sedang menari di atas kepala naga Kaliya yang bertudung banyak. Jejak kaki Kresna memberi perlindungan kepada Kaliya sehingga Garuda musuh para naga—tidak akan berani menganggunya.

Kresna dipercaya mampu mengangkat bukit Gowardhana untuk melindungi penduduk Vrindavana dari tindakan Indra, pemimpin para dewa yang semena-mena dan mencegah kerusakan lahan hijau Gowardhana. Indra dianggap sudah terlalu besar hati dan marah ketika Kresna menyarankan rakyat Vrindavana untuk merawat hewan dan lingkungan yang telah menyediakan semua kebutuhan mereka, daripada menyembah Indra setiap tahun dengan menghabiskan sumber daya mereka.

Kisah permainannya dengan para gopi (wanita pemerah susu) di Vrindavana, khususnya Radha (putri Wresabanu, salah seorang penduduk asli Vrindavana) dikenal sebagai Rasa lila dan diromantisir dalam puisi karya Jayadeva, penulis Gita Govinda.

KRISHNA DAN BALARAMA DATANG KE MATHURA

 

 
 


Kresna beserta Baladewa yang masih muda diundang ke Mathura untuk mengikuti pertandingan gulat yang diselenggarakan Kangsa. Tujuan sebenarnya adalah membunuh Kresna dengan dalih pertandingan gulat. Setelah mengalahkan para pegulat Kangsa, Kresna menggulingkan kekuasaan Kangsa sekaligus membunuhnya. Kresna menyerahkan tahta kepada ayah Kangsa, Ugrasena, sebagai raja para Yadawa. Ia juga membebaskan ayah dan ibunya yang dikurung oleh Kangsa. Kemudian ia sendiri menjadi pangeran di kerajaan tersebut.

Kunti, bibi Kresna—menikah dengan Pandu dari kerajaan Kuru dan memiliki tiga putra. Beserta dua putra dari Madri,istri kedua Pandu—kelima putra Pandu disebut Pandawa. Maka dari itu Kresna memiliki hubungan keluarga dengan para Pandawa, dan memiliki hubungan yang istimewa dengan Arjuna, salah satu Pandawa.

Sebelum berdirinya kerajaan Dwaraka, kota Mathura,kediaman keluarga Kresna (Yadawa)—diserbu oleh Jarasanda, Raja Magadha karena dendam pribadi. Penyerbuan tersebut berhasil diredam berkali-kali, namun Jarasanda tidak menyerah. Kemudian Jarasanda dibantu oleh Kalayawana, yang memiliki dendam pribadi terhadap klan Yadawa. Persekutuan tersebut memaksa Kresna mengungsikan para Yadawa ke suatu wilayah di India Barat yang menghadap Laut Arab (pada masa sekarang disebut Gujarat) dan mendirikan sebuah kerajaan di sana, bernama kerajaan Dwaraka (secara harfiah berarti "kota banyak gerbang").Setelah Dwaraka didirikan, Kresna mengalahkan Kalayawana dengan suatu jebakan.

Kresna menikahi Rukmini, putri dari kerajaan Widarbha, dengan cara kawin lari. Di tempat lain, Sisupala, sepupu Kresna yang berencana melamar Rukmini menjadi kecewa setelah mengetahui berita tersebut sehingga ia membenci Kresna. Dari pernikahannya dengan Rukmini, Kresna memiliki putra bernama Pradyumna.

PERMATA SYAMANTAKA


Pada suatu ketika, Satrajit, kerabat jauh Kresna menerima permata Syamantaka dari Dewa Surya. Kresna menyarankan agar permata itu diserahkan kepada Ugrasena raja kaum Yadawa,namun Satrajit menolaknya. Prasena, saudara Satrajit membawa permata itu saat berburu dan tidak pernah kembali lagi. Satrajit menuduh Kresna telah membunuh Prasena karena menginginkan permata itu. Untuk membersihkan nama baiknya, Kresna melacak jejak Prasena. Akhirnya ia mendapati bahwa Prasena telah dibunuh seekor hewan buas, dan permata Syamantaka tidak ditemukan pada jenazahnya. Ia mengikuti jejak hewan yang membunuh Prasena, hingga mendapati bangkai seekor singa. Ia tidak menemukan permata Syamantaka ada pada bangkai tersebut. Akhirnya ia mengikuti jejak pembunuh singa tersebut, dan sampai di kediaman seekor beruang bernama Jembawan. Di tempat tersebut ia mendapati bahwa permata Syamantaka tersimpan di sana.

Kresna meminta Jembawan menyerahkan permata Syamantaka, namun permintaannya ditolak sehingga mereka berkelahi. Setelah Jembawan menyadari siapa sesungguhnya Kresna, ia menyerah dan menjelaskan bahwa ia mendapatkan permata itu dari seekor singa. Ia pun menyerahkan permata Syamantaka beserta putrinya yang bernama Jambawati untuk dinikahi Kresna. Setelah Kresna kembali dari penyelidikannya, dan menyerahkan Syamantaka kepada Satrajit, maka Satrajit merasa malu karena sudah berprasangka buruk terhadap Kresna. Untuk memperbaiki hubungan di antara mereka, ia menikahkan putrinya yang bernama Satyabama kepada KrsHna

PARA ISTRI KRISHNA


Dalam kitab Bhagawatapurana diceritakan bahwa Narakasura dari kerajaan Pragjyotisha mengalahkan Indra, pemimpin para dewa. Indra mengadukan hal tersebut kepada Kresna sehingga Kresna menyerbu Pragjyotisha dengan angkatan perangnya.


Kresna berhasil mengalahkan Narakasura dan membebaskan 16.100 putri yang ditawan oleh Narakasura. Menurut kitab Bhagawatapurana, Kresna menikahi 16.108 putri,[49][50] dan delapan di antaranya adalah yang terkemuka dan disebut dengan istilah Ashta Bharya — yaitu Rukmini, Satyabama, Jambawati, Kalindi, Mitrawrinda, Nagnajiti, Badra dan Laksana.

Kresna menikahi 16.100 putri lainnya, yang merupakan tawanan raksasa Narakasura, untuk mengembalikan kehormatan mereka. Kresna berjasa karena membunuh raksasa tersebut dan membebaskan mereka. Menurut adat sosial yang ketat pada masa itu, seluruh wanita tawanan memiliki martabat rendah, dan tidak memungkinkan untuk menikah, karena mereka di bawah kendali Narakasura.

Akan tetapi Kresna menikahi mereka untuk mengembalikan status mereka di masyarakat. Pernikahan dengan 16.100 putri tawanan tersebut kurang lebih merupakan rehabilitasi wanita massal. Dalam tradisi Waisnawa, dipercaya bahwa para istri Kresna merupakan manifestasi Dewi Laksmi—pasangan Dewa Wisnu—atau merupakan jiwa istimewa yang melewati kualifikasi setelah menghabiskan banyak masa hidup dalam tapasya, sedangkan Satyabama, merupakan ekspansi dari Radha

SETELAH PERANG MAHABHARATA


Setelah perang usai, Yudistira diangkat sebagai Raja Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia memerintah selama 36 tahun. Sementara itu Kresna tinggal bersama kaumnya di Dwaraka. Karena Samba—putra Kresna—dan beberapa pemuda Yadawa telah mengolok-olok para resi yang mengunjungi Dwaraka, maka kaum Yadawa dikutuk agar hancur dengan menggunakan senjata gada yang dikeluarkan dari perut Samba. Atas perintah Ugrasena, senjata tersebut dihancurkan hingga menjadi debu lalu dibuang ke laut. Debu tersebut hanyut ke tepi pantai Prabasha dan tumbuh menjadi semacam tanaman rumput, disebut eruka.

Pada suatu perayaan, kaum Yadawa mengunjungi Prabasha dan berpesta pora di sana. Karena pengaruh minuman keras, mereka mabuk dan saling hantam. Perkelahian pun berubah menjadi pembunuhan masal. Saat menyaksikan kaumnya saling bunuh, Kresna menggenggam rumput eruka dan melemparkannya ke tengah percekcokan tersebut yang mengakibatkan ledakan hebat sehingga membunuh hampir seluruh kaum Yadawa yang ada di sana. Setelah kehancuran kaumnya, Balarama meninggalkan tubuhnya dengan cara melakukan Yoga. Sementara itu, Kresna memasuki hutan dan duduk di bawah pohon untuk bermeditasi. Mahabharata menyatakan bahwa seorang pemburu bernama Jara mengira sebagian kaki kiri Kresna yang tampak sebagai seekor rusa sehingga ia menembakkan panahnya, menyebabkan Kresna terluka secara fana, sampai berujung ke kematiannya.

Menurut sumber-sumber dari Purana,kepergian Kresna menandai akhir zaman Dwaparayuga dan dimulainya Kaliyuga, yang dihitung jatuh pada tanggal 17/18 Februari 3102 SM. Para guru aliran Waisnawa, misalnya Ramanuja dan aliran Gaudiya Waishnawa memandang bahwa tubuh Kresna seutuhnya merupakan tubuh spiritual sehingga tidak akan pernah membusuk karena hal ini tampaknya merupakan perspektif dalam Bhagawatapurana. Kresna tidak pernah disebut menua atau menjadi uzur dalam penggambaran secara historis dalam berbagai Purana, meskipun telah melewati beberapa dasawarsa, tetapi ada alasan untuk sebuah perdebatan apakah ini menunjukkan bahwa ia tidak memiliki tubuh material, karena pertempuran dan deskripsi lain dari wiracarita Mahabharata jelas menunjukkan indikasi bahwa ia tampaknya tunduk pada keterbatasan alam.Sementara kisah pertempuran tampaknya menunjukkan keterbatasan, Mahabharatha juga menceritakan berbagai kisah saat Kresna tidak tunduk pada keterbatasan, seperti cerita ketika Duryodana mencoba untuk menangkap Kresna namun tubuhnya memancarkan api yang menunjukkan semua ciptaan ada dalam dirinya.

MAKNA ATRIBUT SHRI KRSHNA


1. Dhoti (semacam kemben) berbahan sutra berwarna kuning, melambangkan cahaya yang melenyapkan kegelapan.

2.Bulu merak, melambangkan galaksi berwarna-warni dalam kegelapan,atau pusat energi di atas indria.

3.Seruling melambangkan seni dan kepekaan rasa serta pengendalian terhadap diri sendiri
Om Santih, Santih, Santih Om

Suka Artikel Ini? Tetap dapatkan Informasi dengan Berlanggana via email

Comments

You must be logged in to post a comment.

Artikel Terkait
About Author